CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 17 Juni 2011

Masakan Jepang


Masakan Jepang (日本料理, nihon ryōri, nippon ryōri?) adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang, makanan Jepang disebut Nihonshoku atau Washoku.

Sushi, Tempura, Shabu-shabu, dan Sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.

Masakan Jepang (日本料理, nihon ryōri, nippon ryōri?) adalah makanan yang dimasak dengan cara memasak yang berkembang secara unik di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Dalam bahasa Jepang, makanan Jepang disebut Nihonshoku atau Washoku.

Sushi, Tempura, Shabu-shabu, dan Sukiyaki adalah makanan Jepang yang populer di luar Jepang, termasuk di Indonesia.

Masakan dan makanan Jepang tidak selalu harus berupa "makanan yang sudah dimakan orang Jepang secara turun temurun." Makanan orang Jepang berbeda-beda menurut zaman, tingkat sosial, dan daerah tempat tinggal. Cara memasak masakan Jepang banyak meminjam cara memasak dari negara-negara Asia Timur dan negara-negara Barat. Di zaman sekarang, definisi makanan Jepang adalah semua makanan yang dimakan orang Jepang dan makanan tersebut bukan merupakan masakan asal negara lain.

Dalam arti sempit, masakan Jepang mengacu pada berbagai berbagai jenis makanan yang khas Jepang. Makanan yang sudah sejak lama dan secara turun temurun dimakan orang Jepang, tapi tidak khas Jepang tidak bisa disebut makanan Jepang. Makanan seperti Gyudon atau Nikujaga merupakan contoh makanan Jepang karena menggunakan bumbu khas Jepang seperti shōyu, dashi dan mirin. Makanan yang dijual rumah makan Jepang seperti penjual soba dan warung makan Kappō juga disebut makanan Jepang. Sebagian orang menganggap makanan yang mengandung daging sapi tidak bisa dianggap sebagai makanan Jepang karena kebiasaan makan daging baru dimulai zaman Restorasi Meiji sekitar 130 tahun lalu. Menurut orang di luar Jepang, berbagai masakan mengandung daging sapi seperti Sukiyaki dan Gyudon juga dimasukkan ke dalam kategori makanan Jepang. Dalam arti luas, bila masakan yang dibuat dari bahan makanan yang baru dikenal orang Jepang juga ikut digolongkan sebagai makanan Jepang, maka definisi masakan Jepang adalah makanan yang dimasak dengan bumbu yang khas Jepang.

Masakan Jepang sering merupakan perpaduan dari berbagai bahan makanan dan masakan dari berbagai negara. Parutan lobak yang dicampur saus sewaktu memakan bistik atau hamburg steak, dan selada dengan dressing parutan lobak merupakan contoh perpaduan makanan Barat dengan penyedap khas Jepang. Saus spaghetti yang dicampur mentaiko, tarako, natto, daun shiso atau umeboshi merupakan contoh makanan Barat yang dinikmati bersama bahan makanan yang memiliki rasa yang sudah akrab dengan lidah orang Jepang. Bistik dengan parutan lobak sebenarnya tidak dapat disebut sebagai makanan Jepang melainkan bistik ala Jepang (Wafū sutēki). Berdasarkan aturan ini, istilah "Wafū" (和風, ala Jepang?) digunakan untuk menyebut makanan yang lazim ditemukan dan dimakan di Jepang, tapi dimasak dengan cara memasak dari luar Jepang.

Berdasarkan aturan Wafū, beberapa jenis makanan sulit digolongkan sebagai makanan Jepang karena merupakan campuran antara makanan Jepang dan makanan asing:

Makanan Barat yang dicampur bahan makanan yang unik Jepang, seperti Sarada Udon (selada adalah makanan Barat tapi dicampur udon yang khas Jepang), kari, dan Anpan (roti berasal dari Barat berisi ogura yang khas Jepang). 
Makanan khas Jepang yang berasal dari luar negeri tapi dibuat dengan resep yang sudah diubah sesuai selera lokal, seperti Ramen dan Gyōza. 
Makanan yang berdasarkan bahan dan cara memasak tidak sulit diputuskan harus dimasukkan ke dalam kategori makanan Barat atau makanan Jepang, seperti Pork Ginger dan Butashōgayaki keduanya menunjuk pada makanan yang sama. 
Sebagian besar ahli kuliner menganggap masakan Jepang mudah sekali dibedakan dengan makanan tradisional Korea dan Tiongkok yang bertetangga, walaupun beberapa makanan Korea juga mendapat pengaruh dari masakan Jepang. Di Korea juga dikenal Futomakizushi (disebut Kimbab), sup miso, dan asinan lobak (takuan) yang merupakan makanan khas Jepang
Ciri khas

Bahan makanan
Pada umumnya, bahan-bahan untuk masakan Jepang berupa: beras, hasil pertanian (sayur-sayuran dan kacang-kacangan), dan makanan laut. Bumbu berupa dashi (kaldu) yang dibuat dari konbu, ikan dan jamur shiitake, ditambah miso dan shōyu. Berbeda dengan masakan negara-negara lain, makanan Jepang sama sekali tidak menggunakan bumbu berupa rempah-rempah dari biji-bijian (merica) atau penyedap yang mengandung biji (seperti cabai) yang harus ditumbuk. Masakan Jepang juga tidak menggunakan bumbu yang berbau tajam seperti bawang putih. Kacang kedelai merupakan bahan utama makanan olahan, dan penyedap yang digunakan biasanya berupa sayur-sayuran beraroma harum yang dipotong-potong halus atau diparut. Masakan Jepang umumnya rendah lemak, tapi mengandung kadar garam yang tinggi

Bumbu
Masakan Jepang mengenal 5 bumbu utama yang harus dimasukkan secara berturutan sesuai urutan sa-shi-su-se-so yang merupakan singkatan dari:

gula pasir (satō) 
garam (shio) 
cuka (su) 
shōyu (seuyu: ejaan zaman dulu untuk shōyu) 
miso (miso). 
Sesuai dengan peraturan sa-shi-su-se-so, gula pasir adalah bumbu yang dimasukkan pertama kali, diikuti garam, cuka, kecap asin, dan miso.

Penyajian makanan
Makanan utama di Jepang terdiri dari nasi (kadang-kadang dicampur palawija), sup dan lauk. Masakan Jepang tidak mengenal tahapan (course) dalam penyajian, tidak seperti masakan Eropa atau Tionghoa yang menyajikan makanan secara bertahap dimulai dari hidangan pembuka, sup, hidangan utama, dan diakhiri dengan hidangan penutup. Masakan Jepang dihidangkan semuanya secara sekaligus dan tidak ada perbedaan antara tata cara penyajian makanan di rumah dengan penyajian makanan di restoran. Makanan yang dihidangkan dalam jamuan makan dan Kaiseki merupakan pengecualian karena disajikan secara bertahap.

Masakan Jepang bisa dibedakan dengan mudah dari masakan Eropa atau masakan Tionghoa dalam cara menikmati makanan. Pada makanan Jepang, rasa dicampur sewaktu makanan berada di dalam mulut. Dibandingkan dengan asinan yang dimakan begitu saja, asinan sayur-sayuran yang sangat asin menjadi lebih enak kalau dimakan dengan nasi putih. Bahan makanan juga tidak diolah secara berlebihan dan makanan harus mempunyai rasa asli bahan makanan tersebut. Cara memasak atau penyiapan makanan hanya bertujuan untuk menampilkan rasa asli dari bahan makanan. Makanan sama sekali tidak dimasak dengan bumbu yang berbau tajam dan tidak menggunakan teknik memasak yang bisa merusak penampilan bahan dan kesegaran bahan makanan.

Masakan Jepang menuntut juru masak yang serba bisa dalam berbagai bidang. Juru masak dituntut memiliki keahlian dalam pengolahan bahan makanan, serta berbagai pengetahuan tentang peralatan makan dan pemilihan suasana yang tepat sewaktu menikmati makanan. Masakan Jepang sangat berbeda dengan masakan Perancis yang sangat maju dalam pembagian keahlian di dapur dan pelayanan terhadap tamu di ruang makan.

Peralatan makan yang digunakan masakan Jepang bisa dibuat dari keramik, porselen, atau kayu yang dipernis dengan urushi. Di rumah keluarga Jepang, setiap anggota keluarga mempunyai mangkuk nasi dan sumpit sendiri yang tidak saling dipertukarkan dengan milik anggota keluarga yang lain. Sumpit terdiri dari sumpit kayu, sumpit bambu dan sumpit sekali pakai. Sebelum teknik pembuatan keramik dikenal di Jepang, sebagian besar alat makan dibuat dari kayu yang dipernis. Hiasan gambar-gambar pada peralatan makan dari porselen juga berfungsi sebagai penghias hidangan.

Masakan Jepang memiliki aturan yang sangat longgar menyangkut bentuk alat makan yang dibuat dari keramik. Piring bisa saja berwarna gelap atau berbentuk persegi empat, sehingga terlihat sangat mencolok dibandingkan peralatan makan yang digunakan makanan Eropa atau Amerika. Peralatan makan untuk makanan Jepang terlihat sangat berbeda dengan yang digunakan masakan Tionghoa atau Korea. Masakan Tionghoa menggunakan piring bundar dari porselen dengan hiasan sederhana, sedangkan masakan Korea menggunakan alat makan dari bahan logam atau porselen warna putih tanpa hiasan.

Awal sejarah tertulis
Nihon Shoki merupakan literatur klasik yang memuat sejarah tertulis paling tua tentang masakan Jepang. Nihon Shoki mengisahkan tentang Iwakamutsukari-no-mikoto yang merupakan nenek moyang klan Takahashi. Iwakamutsukari-no-mikoto menghidangkan Namasu dari ikan cakalang dan kerang Hamaguri yang dipotong-potong dan diacar dengan cuka. Hidangan ini dibuat untuk Kaisar Keiko yang sedang mengunjungi provinsi Awa karena bersedih atas kematian Yamato Takeru. Iwakamutsukari-no-mikoto bertugas sebagai juru masak istana dan kemudian dijadikan dewa masakan.

Asal-usul masakan
Nasi mulai dimakan orang Jepang sejak zaman Jomon dengan lauk dari bahan makanan yang dibuat nimono, dipanggang, dan dikukus. Cara mengolah makanan dengan menggoreng dikenal di zaman Asuka dan berasal dari semenanjung Korea dan Tiongkok. Teh dan masakan khas pendeta diperkenalkan di Jepang bersamaan dengan masuknya agama Buddha, tapi hanya berkembang di kalangan kuil. Makanan khas pendeta dikenal sebagai makanan Buddhis (Shōjin ryōri) yang melarang keras hewan peliharaan dan binatang buas seperti monyet dijadikan bahan makanan.

Menurut literatur klasik Engishiki, di berbagai tempat di Jepang barat terdapat upacara yang menggunakan ikan hasil fermentasi yang disebut Narezushi sebagai persembahan.

Masakan zaman Nara
Pengaruh kebudayaan Tiongkok yang kuat di zaman Nara berpengaruh pada masakan di zaman Nara. Makanan dimasak sebagai hidangan pada ritual dan perayaan yang berkaitan dengan musim. Di sepanjang tahun selalu ada perayaan dan pesta makan-makan. Cara memasak dari Tiongkok mulai digunakan untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara memasak dari Tiongkok dengan keadaan alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan yang khas Jepang

Masakan zaman Heian
Di zaman Heian, masakan Jepang makin berkembang sambil terus menerima pengaruh dari daratan Tiongkok. Pada masa itu mulai dikenal makanan seperti Karaage, Karani, kue-kue asal Tiongkok (Tōgashi), dan Natto ala Tiongkok. Sementara itu, aliran masak-memasak dan etiket makan juga berkembang di kalangan bangsawan. Fujiwara no Yamakage menyunting buku memasak aliran Shijō berjudul Shijōryū Hōchōshiki atas perintah kaisar Kōkō. Sampai saat ini, rumah makan tradisional Jepang sering memiliki altar pemujaan (kamidana) untuk Fujiwara no Yamakage dan Iwakamutsukari-no-mikoto.

Masakan zaman Heian
Di zaman Heian, masakan Jepang makin berkembang sambil terus menerima pengaruh dari daratan Tiongkok. Pada masa itu mulai dikenal makanan seperti Karaage, Karani, kue-kue asal Tiongkok (Tōgashi), dan Natto ala Tiongkok. Sementara itu, aliran masak-memasak dan etiket makan juga berkembang di kalangan bangsawan. Fujiwara no Yamakage menyunting buku memasak aliran Shijō berjudul Shijōryū Hōchōshiki atas perintah kaisar Kōkō. Sampai saat ini, rumah makan tradisional Jepang sering memiliki altar pemujaan (kamidana) untuk Fujiwara no Yamakage dan Iwakamutsukari-no-mikoto.

Masakan zaman Muromachi
Memasuki zaman Muromachi, kalangan samurai juga ikut dalam urusan masak-memasak di dalam istana kekaisaran dan tata krama sewaktu makan semakin berkembang. Aliran etiket Ogasawara berasal dari etiket kalangan samurai dan bangsawan di zaman Muromachi dan masih dikenal hingga sekarang.

Pejabat Chūnagon bernama Yamakage no Masatomo mendirikan aliran masak-memasak yang disebut aliran Shijōryū. Aliran ini menerbitkan buku memasak berjudul Shijōryū Hōchōsho (buku memasak aliran Shijō). Sementara itu, aliran memasak bernama Ōkusaryū juga didirikan klan Ashikaga, dan sejak itu orang mulai cerewet mengenai cara memasak dan menghidangkan makanan. Makanan gaya Honzen (Honzen no seishiki) dan gaya Kaiseki merupakan dua aliran utama masakan Jepang di zaman Muromachi. Pada gaya Honzen, makanan dalam porsi cukup untuk satu orang dihidangkan secara individu di atas meja pendek yang disebut Ozen. Sementara itu sebagai tandingan gaya Honzen diciptakan makanan gaya Kaiseki yang berkembang dari tradisi menghidangkan makanan dalam porsi kecil seperti dalam upacara minum teh.

Namban adalah istilah orang Jepang zaman dulu untuk "luar negeri", khususnya Portugal dan Asia Tenggara), dan Nambansen adalah sebutan untuk kapal dari luar negeri. Kedatangan kapal-kapal dari Namban sejak zaman Muromachi hingga zaman Sengoku membawa serta berbagai jenis masakan yang disebut Nambanryōri (masakan luar negeri) dan Nambangashi (kue luar negeri). Kue Kastela yang menggunakan resep dari Portugal termasuk salah satu contoh Nambangashi.

Masakan zaman Edo
Kebudayaan orang kota berkembang pesat di zaman Edo dan makanan penduduk kota seperti Tempura dan minuman Mugicha mulai banyak dijual di kios-kios pasar kaget. Pada masa itu mulai banyak dijumpai rumah makan yang khusus menyediakan Nigirizushi dan Soba. Ōrusuichaya adalah sebutan untuk rumah makan tradisional (ryōtei) yang digunakan kalangan samurai sewaktu menjamu tamu dengan pesta makan. Makanan dinikmati secara santai sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan gaya Kaiseki atau masakan gaya Honzen. Masakan yang berkembang di Ōrusuichaya disebut Kaisekiryōri (会席料理, masakan jamuan makan?) yang ditulis memakai aksara kanji yang berbeda dengan masakan Kaiseki untuk upacara minum teh.

Sementara itu, teknik pembuatan kue-kue tradisional Jepang (Wagashi) menjadi berkembang berkat tersedianya gula yang sudah menjadi barang yang lumrah di zaman Edo. Alat makan dari keramik dan porselen mulai banyak digunakan orang dan diberi hiasan berupa gambar-gambar artistik yang dikerjakan secara serius. Daging ternak mulai dikonsumsi orang Jepang dan daging sapi dimakan sebagai obat. Di pertengahan zaman Edo, makanan mulai dihias dengan Wachigai daikon (hiasan dari lobak) sejalan dengan mulai dikenalnya teknik seni ukir sayur. Di zaman yang sama mulai dikenal telur rebus aneh dengan kuning telur berada di luar dan putih telur di dalam (Kimigaeshi tamago).

Masakan Kanto
Masakan Jepang yang dikenal sekarang merupakan hasil penyempurnaan masakan di zaman Edo. Di masa itu dikenal kewajiban Sankin Kōtai bagi daimyo dari seluruh penjuru Jepang. Daimyo harus datang ke Edo untuk melakukan tugas pemerintahan secara bergiliran sebagai pendamping shogun. Kedatangan daimyo dari seluruh pelosok negeri membawa serta cara memasak dan bahan makanan yang khas dari daerah masing-masing. Bahan makanan yang dibawa dari seluruh penjuru Jepang menambah keanekaragaman masakan Jepang di Edo, apalagi ditambah dengan makanan laut dari Teluk Edo (disebut Edomae) yang segar dan enak. Hasil laut dari Samudra Pasifik seperti ikan tongkol sudah dijadikan menu tetap dalam sashimi.

Ikan kakap merupakan lambang kemakmuran dan ikan kakap yang dipanggang utuh tanpa dipotong-potong merupakan hidangan istimewa pada kesempatan khusus. Makanan yang dihidangkan pada pesta makan terdiri dari dua jenis: makanan untuk dimakan di tempat pesta, dan makanan yang berfungsi sebagai hiasan. Panggang ikan kakap termasuk dalam makanan hiasan yang boleh saja dimakan di tempat pesta, tapi lebih merupakan hiasan yang dinanti-nanti para tamu untuk dibawa pulang. Tradisi membawa pulang makanan pesta sebagai oleh-oleh untuk keluarga yang menanti di rumah berasal dari zaman Edo dan terus berlanjut hingga sekarang. Selain ikan kakap, tamu biasanya dipersilakan membawa pulang kinton (biji berangan dan ubi jalar yang dihaluskan) dan kamaboko.

Masakan yang lahir dari berbagai keanekaragaman di daerah Kanto disebut masakan Edo atau masakan Kanto. Sebutan masakan Kanto digunakan untuk menandingi masakan Kansai yang telah lebih dulu dikenal. Ciri khas masakan Kanto adalah penggunaan kecap asin (shōyu) sebagai penentu rasa, termasuk pada berbagai makanan berkuah (shirumono) dan nimono. Tradisi membawa pulang makanan pesta merupakan alasan kecap asin digunakan dalam jumlah banyak pada masakan Kanto, agar rasa makanan tetap enak walaupun sudah dingin. Berbeda dengan masakan Kanto, masakan Kansai justru tidak terlalu asin walaupun mengandalkan garam dapur sebagai penentu rasa.

Masakan Kansai
Masakan Kansai adalah sebutan untuk masakan Osaka dan masakan Kyoto. Berbeda dengan budaya Edo yang gemerlap, masakan Kyoto mencerminkan budaya Kyoto yang elegan. Masakan kuil agama Buddha banyak mempengaruhi masakan Kyoto yang banyak menggunakan sayur-sayuran, tahu, kembang tahu, dan sedikit makanan laut karena letak Kyoto yang jauh dari laut. Masakan Kyoto melahirkan cara memasak dengan bumbu seminimal mungkin agar rasa asli tahu atau kembang tahu yang memang sudah "tipis" tidak hilang. Kepandaian mengolah ikan hasil awetan seperti Bodara (ikan Cod kering) dan Migakinishin (ikan Hering kering) hingga menjadi hidangan yang enak merupakan keistimewaan masakan Kyoto.

Sebagai kota tepi laut dengan hasil laut yang melimpah, masakan Osaka mengenal berbagai cara pengolahan hasil laut. Makanan laut diolah agar enak untuk langsung dimakan di tempat dan tidak untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Masakan Osaka tidak mementingkan rasa makanan kalau sudah dingin karena menganut prinsip "makanan yang habis dimakan". Prinsip ini bertolak belakang dengan masakan Kanto yang memikirkan rasa makanan kalau sudah dingin. Seiring dengan perkembangan zaman, perbedaan antara masakan Kansai dan masakan Kanto menjadi semakin kecil berkat saling belajar dari kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Pengaruh masakan Barat
Di awal zaman Meiji, masakan Eropa menjadi mulai dikenal orang Jepang yang melakukan kontak sehari-hari dengan orang asing. Sementara itu, di kalangan rakyat tercipta makanan gaya Barat (Yōshoku) yang merupakan adaptasi masakan Eropa. Berbagai aliran masak memasak mengalami kemunduran dan aliran Hōchōshiki merupakan satu-satunya aliran yang terus bertahan. Larangan makan daging dihapus sesuai kebijakan pemerintah Meiji mengenai Haibutsu kishaku dan Shinbutsu bunri sehingga tercipta masakan Sukiyaki. Sementara itu, Honzen ryōri yang merupakan aliran utama masakan Jepang mulai ditinggalkan orang. Masakan tradisional berupa Kaisekiryōri (会席料理, masakan jamuan makan?) beralih menjadi makanan standar yang dihidangkan rumah makan tradisional (ryōtei) dan penginapan tradisional (ryōkan).

Masakan vegetarian Shōjinryōri berlanjut sebagai tradisi di kuil agama Buddha dan makanan porsi kecil Kaisekiryōri (懐石料理, Kaisekiryōri?) bertahan hingga sekarang sebagai hidangan upacara minum teh. Di bidang pertanian, tanaman sawi dan spinacia mulai ditanam secara besar-besaran. Di kota-kota mulai banyak dijumpai rumah yang memiliki meja pendek yang disebut Chabudai sebagai pengganti nampan berkaki yang disebut Ozen. Keberadaan Chabudai yang bisa dipakai sebagai meja makan untuk empat orang mengubah acara makan yang dulunya dilakukan sendiri-sendiri dengan Ozen pribadi menjadi acara berkumpul keluarga.

Juru masak pewaris tradisi masakan Edo menjadi berkurang karena menjadi korban Gempa bumi besar Kanto dan tradisi masakan Honzen ryōri mulai memudar. Etiket makan mulai menjadi longgar dan orang Jepang semakin menyukai suasana santai sewaktu makan. Setelah Perang Dunia II, kemudahan transportasi dan kemajuan bidang komunikasi menyebabkan tipisnya perbedaan antardaerah dalam soal bahan makanan dan cara memasak untuk makanan yang sama, walaupun masih tersisa perbedaan mendasar dalam soal bumbu dan selera.
Masakan tradisional
Honzenryōri (本膳料理, Honzenryōri?) 
Masakan yang mulai dikenal di zaman Edo, dan mendapat pengaruh dari masakan kalangan samurai tapi akhirnya menghilang di zaman Meiji. 
Shōjinryōri (精進料理, Shōjinryōri?) 
Masakan tanpa daging di kuil agama Buddha. 
Kaisekiryōri (懐石料理, Kaisekiryōri? masakan Kaiseki) 
Masakan yang dihidangkan dalam tahap-tahap penyajian dalam porsi kecil. 
Kaisekiryōri (会席料理, Kaisekiryōri? masakan jamuan makan) 
Makanan jamuan pesta di rumah makan tradisional Jepang (ryōtei) yang dinikmati sambil minum sake. Penyajian dilakukan secara bertahap seperti masakan Kaiseki. 
Makanan sehari-hari
Masakan nasi 
Nasi 
Nasi putih, nasi merah (Sekihan), Kowameshi 
Nasi dari beras yang belum disosoh 
Nasi bercampur gandum (Mugimeshi) 
Onigiri 
Nasi berbumbu cuka 
Sushi 
Oshizushi 
Bubur dari beras yang disebut Okayu, bubur dari nasi yang disebut Zōsui (Ojiya) 
Ochazuke 
Takikomigohan (nasi yang dimasak menjadi satu dengan lauk) 
Donburi 
Kakegohan (nasi yang dituangi sesuatu): Mugitoro (gandum yang ditanak dan dituangi parutan umbi yamaimo atau nagaimo). 
Mochi dan dango 
Makanan berkuah (shirumono) 
Sup miso 
Sumashijiru (suimono) 
Sashimi 
Tessa (sashimi ikan fugu) 
Tataki (potongan besar ikan yang digarang dengan api besar, bagian luar matang sedangkan bagian dalam masih mentah) 
Tsuke (sashimi yang direndam dengan kecap asin) 
Tsukemono (berbagai macam sayur yang diasin): Takuan, Umeboshi, Shibazuke, Misozuke (fermentasi dengan miso), Kasuzuke (fermentasi dengan ampas sake), Nukazuke (fermentasi dengan kulit ari beras), Wasabizuke (campuran sayuran dengan pasta Wasabi) 
Mi: Udon, Soba, Sōmen 
Nabe: Oden, Mizudaki, Shabu-shabu, Sukiyaki, 
Makanan goreng: Tempura, Satsuma-age, Kakiage, Karaage 
Makanan panggang: panggang ikan, Teriyaki, Yakitori, Kabayaki 
Nimono: Nikujaga, Kinpira 
Makanan kukus: Chawanmushi, Sakamushi (tumis dengan sake) 
Nerimono: bentuk goreng-gorengan dari daging ikan yang dihaluskan dan ditambah tepung. 
Aemono: sayur yang direndam saus berbahan cuka atau miso. 
Ohitasi: sayur rebus yang dibumbui dashi
Masakan asal luar JepangNasi kari (kare raisu) 
Furai: goreng-gorengan dengan tepung panir seperti Ebi Furai, Tonkatsu, dan Kroket 
Hayashi rice: nasi berkuah daging yang dimasak dengan saus tomat dan saus demiglace. 
Napolitan: spaghetti bumbu saus tomat 
Yakiniku: Daging panggang yang diciptakan orang Korea yang tinggal di Jepang. Di Korea disebut sebagai daging panggang ala Jepang. 
Yakisoba 
Ramen 

Budaya Jepang

GEISHA


Geisha (芸者"orang dari seni") adalah seniman-tradisional Jepang.Kata Geiko juga digunakan untuk menjelaskan orang tersebut. Geisha sangat umum pada abad 18 dan 19, dan masih dalam keberadaan hari ini, meskipun mereka adalah nomor dwindling. "Geisha," tegas / geɪ ʃa / ( "gay-Sha") adalah istilah yang paling akrab Bahasa Inggris ke speaker, dan yang paling umum digunakan di Jepun juga, tetapi di Kansai wilayah istilah dan geigi, untuk magang Geisha, " Maiko "juga telah digunakan sejak Restorasi Meiji. Istilah maiko hanya digunakan di Kyoto kabupaten. Inggris pengucapan gi ʃa ( "wah-Sha") atau frasa "Geisha gadis," selama Amerika umum pekerjaan dari Jepang, membawa konotasi prostitusi, seperti beberapa perempuan muda, nekat untuk uang dan menyebut dirinya "Geisha," dijual sendiri untuk pasukan Amerika. 
Geisha tradisi yang berkembang dari taikomochi atau hōkan, jesters serupa ke pengadilan. " Geisha pertama adalah semua laki-laki; sebagai perempuan mulai mengambil peran mereka dikenal sebagai onna Geisha (女芸者), atau "artis wanita (perempuan formulir)." . Geisha hari ini secara perempuan, selain dari Taikomochi. Taikomochi yang sangat langka. Hanya tiga saat ini terdaftar di Jepang. Mereka cenderung jauh lebih mesum daripada Geisha. Tokoh-tokoh lain yang menyumbang kepada penciptaan modern yang Oiran Geisha, atau courtesans, dan Odoriko, menari perempuan. Odoriko khususnya yang dipengaruhi Geisha untuk menyertakan tari sebagai bagian dari seni daftar lagu-lagu mereka. 
Geisha tradisional yang terlatih dari anak muda. Geisha sering membeli rumah perempuan muda dari keluarga miskin, dan mengambil tanggung jawab untuk meningkatkan dan pelatihan mereka. Selama anak mereka, sesuai Geisha pertama bekerja sebagai maids, maka sebagai asisten ke rumah Geisha's senior mereka sebagai bagian dari pelatihan dan memberikan kontribusi untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan mereka. Ini lama-tradisi diadakan pelatihan masih ada di Jepang, di mana siswa tinggal di rumah seorang pemimpin dari beberapa seni, memulai melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengawasan umum dan membantu master, dan akhirnya bergerak hingga menjadi tuan sendiri di kanan (lihat juga irezumi). Pelatihan ini sering berlangsung selama bertahun-tahun. 

Program studi tradisional mulai dari usia muda dan meliputi berbagai seni, termasuk alat-alat musik Jepang (terutama shamisen) dan tradisional bentuk bernyanyi, tari tradisional, upacara teh, mengatur bunga (ikebana), puisi dan literatur. Dengan menonton dan membantu senior Geisha, mereka menjadi terampil di kompleks tradisi sekitarnya memilih, pencocokan, dan pakaian berharga scorpio, dan dalam berbagai permainan dan seni percakapan, dan juga dalam berurusan dengan klien. 

Setelah seorang wanita menjadi magang Geisha (a maiko) dia akan mulai untuk menemani senior Geisha ke rumah teh, dan pihak banquets yang merupakan's a Geisha lingkungan kerja. Untuk beberapa hal, ini tradisional metode pelatihan berlangsung, walaupun ia adalah kebutuhan foreshortened. Geisha modern tidak lagi dibeli oleh atau dibawa ke rumah Geisha sebagai anak-anak. Menjadi Geisha sekarang sepenuhnya sukarela. Kebanyakan mereka mulai sekarang Geisha pelatihan di akhir umur belasan. 

Apakah Geisha pelacur? 
Sesungguhnya, tidak Geisha pelacur. Karena suatu hiburan laki-laki di belakang pintu tertutup di sebuah cara eksklusif, ada banyak spekulasi tentang underpinnings profesi mereka. Kebingungan yang seputar masalah ini telah rumit oleh Jepang pelacur yang ingin bersama-memilih yang prestise dari Geisha gambar, dan tidak akurat oleh depictions Geisha dari budaya populer di Barat.Meskipun Geisha dapat memilih untuk melakukan hubungan seksual dengan salah satu patrons dia, Geisha Jomblo tidak akan pernah melibatkan seks. 

Geisha pertama tentang pelacur yang bernama Kako. Seiring dengan berjalannya waktu, ia menemukan bahwa ia tidak perlu terlibat di lampu merah-kabupaten.Kako secara langsung atau tidak langsung kepada ahli waris untuk banyak sekolah seni Jepang. Dia sendiri disebut a Geisha ( "seni-orang") dan mengucap diri untuk memberikan pertunjukan seni. 

Kadang-kadang, a Geisha dapat memilih untuk mengambil danna (tua jaman untuk kata suami), yang biasanya adalah seorang laki-laki kaya yang memiliki cara untuk mendukung Geisha gundik. Meskipun a Geisha bisa jatuh cinta dengan danna, yang merupakan urusan customarily kontingen atas danna kemampuan finansial untuk mendukung Geisha gaya hidup. Konvensi tradisional dan nilai-nilai tersebut dalam hubungan yang sangat rumit dan tidak dipahami dengan baik, bahkan oleh banyak Jepang. Karena itu, benar intim peran serta Geisha tetap objek dari banyak spekulasi, dan sering salah, di Jepang maupun di luar negeri.



SAMURAI



Samurai (侍atau kadang-kadang士) merupakan istilah umum untuk pahlawan di pra-industri Jepang. Istilah yang lebih tepat adalah bushi (武士) (lit. "perang-manusia") yang datang ke menggunakan selama periode Edo. Namun, sekarang yang istilah Samurai biasanya merujuk kepada pahlawan kaum bangsawan, tidak, misalnya, ashigaru kaki atau tentara. The Samurai tanpa lampiran ke sebuah suku atau daimyo telah disebut ronin (lit. "gelombang-manusia"). 

(Tom Cruise di "terakhir Samurai" modern telah memberikan pengenalan kepada jalan bagi Samurai - Diskusikan di sini.) 

Samurai tersebut diharapkan akan menjadi beradab dan terpelajar, dan dari waktu ke waktu, Samurai selama era Tokugawa secara bertahap kehilangan fungsi militer. Di akhir masa Tokugawa, Samurai birokrat sipil pada dasarnya adalah untuk daimyo dengan pedang mereka hanya melayani keperluan upacara. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, Samurai yang telah dihapuskan sebagai kelas berbeda dalam nikmat yang barat-gaya tentara nasional. Kode yang ketat yang diikuti mereka, disebut Bushido, kini masih bertahan di Jepang-hari masyarakat, seperti melakukan banyak aspek-aspek lain dari cara hidup mereka. 

Kata Samurai beranikan telah di-sebelum periode Heian Jepang saat ini dirasakan Saburai, yang berarti hamba atau hadir. Ia tidak sampai awal masa modern, yaitu Azuchi-Momoyama dan awal periode Edo periode akhir 16 dan awal abad ke-17 yang menjadi kata Saburai digantikan dengan Samurai. Namun, oleh itu, yang berarti sudah lama sebelum berubah. 

Dalam era supremasi dari Samurai, yang sebelumnya istilah yumitori ( "Bowman") juga digunakan sebagai judul sebuah kehormatan menyelesaikan pahlawan bahkan ketika kepandaian main anggar telah menjadi lebih penting. Jepang panahan (kyujutsu), masih sangat terkait dengan perang Hachiman Tuhan. 



Tentang Jepang

jepang (bahasa Jepang: 日本 Nippon/Nihon, secara harfiah: "asal-muasal matahari") adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Pulau-pulau paling besar adalah, dari utara ke selatan, Hokkaido (北海道), Honshu (本州, pulau terbesar), Shikoku (四国), dan Kyushu (九州). Beberapa pulau-pulau kecil berada di dekat keempat pulau ini, termasuk sebuah kelompok pulau-pulau kecil yang berada di sebelah selatan di Okinawa.
Jepang (bahasa Jepang: 日本 Nippon/Nihon, secara harfiah: "asal-muasal matahari") adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan benua Asia di ujung barat Samudra Pasifik. Pulau-pulau paling besar adalah, dari utara ke selatan, Hokkaido (北海道), Honshu (本州, pulau terbesar), Shikoku (四国), dan Kyushu (九州). Beberapa pulau-pulau kecil berada di dekat keempat pulau ini, termasuk sebuah kelompok pulau-pulau kecil yang berada di sebelah selatan di Okinawa.

Jepun disebut Nippon atau Nihon dalam bahasa Jepang. Kedua kata ini ditulis dengan huruf kanji yang sama, yaitu 日本. Sebutan Nippon sering digunakan dalam urusan resmi, sedangkan Nihon biasanya digunakan dalam urusan tidak resmi seperti pembicaraan harian.

Kata Nippon dan Nihon berarti "negara matahari terbit". Nama ini berasal dari utusan resmi negara China, dan merujuk kepada kedudukan relatif Jepang di sebelah timur benua Asia. Sebelum itu, Jepang dikenal sebagai Yamato (大和). Wa (倭) digunakan di negara China pada zaman Tiga Negara.

Kata Jepang dalam bahasa Indonesia diturunkan dari kata Jepun, berasal dari bahasa Kanton, yang membawa sebutan Yat Pun.

Sebutan resmi Jepang dalam bahasa Jepang ialah Nipponkoku atau Nihonkoku (日本国), yang berarti "negara Jepang."


Zaman Klasik

Patung Buddha di Todaiji, Nara, yang dibuat pada tahun 752.Menurut mitologi tradisional Jepang, Jepang didirikan oleh Kaisar Jimmu pada abad ke-7 SM, yang memulai mata rantai kaisar-kaisar yang masih belum putus hingga kini. Meskipun begitu, sepanjang sejarahnya, untuk kebanyakan masa kekuatan sebenarnya berada di tangan anggota-anggota istana, para shogun, pihak militer, dan pada zaman modern, perdana menteri.

Bagian sejarah Jepang meninggalkan catatan dimulai pada abad ke-5 dan 6 Masehi, saat sistem tulisan Tionghoa, agama Buddha, dan kebudayaan Tionghoa lainnya diperkenalkan Baekje, sebuah kerajaan di Korea. Melalui Perintah Perubahan Taika pada tahun 645, Jepang memperkuat penggunaan kebudayaan-kebudayaan Tionghoa, dan menyusun ulang sistem pemerintahannya dengan mencontoh dari Tiongkok. Ini membuka jalan bagi kekuatan filsafat Konfusianisme Tionghoa yang dominan di Jepang hingga abad ke-19.

Periode Nara pada abad ke-8 menandai sebuah negeri Jepang yang kuat yang dipusatkan pada sebuah istana kekaisaran di kota Heijo-kyo (kini Nara). Istana kekaisaran tersebut kemudian pindah ke Nagaoka-kyo dan lalu Heian-kyo (kini Kyoto), memulai "masa keemasan" kebudayaan klasik Jepang yang dipanggil periode Heian.


Zaman Pertengahan

Zaman pertengahan Jepang dicirikan bangkitnya kelompok penguasa yang terdiri dari para ksatria yang disebut samurai. Pada tahun 1185, jendral Minamoto no Yoritomo adalah orang pertama yang menjadi penguasa pada saat yang bersamaan dengan Kaisar; dia berkuasa di Kamakura, di sebelah selatan Yokohama masa kini. Setelah Yoritomo wafat, klan ksatria lainnya Hojo, mengambil kekuasaan sebagai semacam adipati bagi para shogun. Keshogunan tersebut berhasil menahan serangan Mongol dari wilayah Tiongkok kekuasaan Mongol pada tahun 1274 dan 1281. Meskipun Keshogunan Kamakura ini terbilang stabil, tak lama kemudian Jepang pecah kepada faksi-faksi yang saling berperang dalam masa yang kemudian dikenal sebagai Zaman Negara-Negara Berperang atau periode Sengoku.


Sekelompok orang-orang Portugis dari periode Nanban, abad ke-17.Pada abad ke-16, para pedagang dan misionaris dari Eropa tiba di Jepang untuk pertama kalinya, mengawali periode "Nanban" ("orang-orang barbar dari Selatan") yang diisi pertukaran perniagaan dan kebudayaan yang aktif antara Jepang dan dunia Barat. Sekitar masa yang sama, Oda Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu, makin memperkuat kontrolnya terhadap negara-negara berperang tersebut. Penanganan Nobunaga terhadap negara yang semena-mena dan otoriter membuatnya menjadi penguasa yang tidak disukai, meski kejeniusan militernya tidak dapat disangkal. Penjajahan terhadap Korea yang dilaksanakan Hideyoshi pada tahun 1592 juga membuat namanya tercemar dalam sejarah Jepang, khususnya setelah Jepang berhasil diusir pasukan Dinasti Ming dari Tiongkok dan angkatan laut Korea.

Tokugawa akhirnya mempersatukan negara setelah mengalahkan para musuhnya pada Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600, dan memindahkan ibu kota ke Edo (kini Tokyo) dan memulai Keshogunan Tokugawa.

Keshogunan Tokugawa, yang curiga terhadap pengaruh misionaris Katolik, melarang segala hubungan dengan orang-orang Eropa kecuali hubungan terbatas dengan pedagang Belanda di pulau Dejima. Mereka juga menjadi lebih berhati-hati terhadap pedagang dengan Tiongkok, khususnya setelah suku Manchu menguasai Tiongkok dan mendirikan Dinasti Qing. Suku Manchu menguasai Korea pada tahun 1637, dan pihak Jepang takut akan kemungkinan invasi dari suku Manchu. Jepang karena itu menjadi bahkan lebih terisolasi lagi dibandingkan sebelumnya. Periode pengurungan diri ini berakhir dua setengah abad kemudian, pada masa persatuan politis yang dikenal sebagai periode Edo, yang dianggap sebagai masa puncak kebudayaan pertengahan Jepang.


Zaman Modern

Kekaisaran Jepang terdiri dari sebagian besar Asia Timur dan Tenggara pada tahun 1942.Pada tahun 1854, Komodor AS, Matthew Perry memaksa dibukanya Jepang kepada Barat melalui Persetujuan Kanagawa. Para samurai yang menganggap bahwa ini menunjukkan lemahnya keshogunan mengadakan pemberontakan yang berujung kepada Perang Boshin pada tahun 1867-8. Pihak keshogunan akhirnya mundur dan Restorasi Meiji mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar. Jepang mengadopsi beberapa institusi Barat pada periode Meiji, termasuk pemerintahan modern, sistem hukum, dan militer. Perubahan-perubahan ini mengubah Kekaisaran Jepang menjadi kekuatan dunia yang mengalahkan Tiongkok dalam Perang Tiongkok-Jepang dan Rusia dalam Perang Rusia-Jepang. Hingga tahun 1910, Jepang telah menguasai Taiwan, separuh dari Sakhalin, dan Korea.

Awal abad ke-20 sempat menjadi saksi mata kepada "demokrasi Taisho" yang lalu diselimuti bangkitnya nasionalisme Jepang. Pada tahun 1936, Jepang menanda tangani Pakta Anti-Komintern dan bergabung dengan Jerman dan Italia untuk membentuk suatu aliansi axis. Pada tahun 1937, Jepang menginvasi Manchuria yang menyebabkan terjadinya Perang Tiongkok-Jepang (1937). Pada tahun 1941, Jepang menyerang pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, dan membawa AS memasuki Perang Dunia II. Setelah kampanye yang panjang di Samudra Pasifik, Jepang kehilangan wilayah-wilayah yang awalnya dimilikinya, dan AS mulai melakukan pengeboman strategis terhadap Tokyo, Osaka dan kota-kota besar lainnya serta pengeboman atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki. Jepang akhirnya menyerah kepada pihak Sekutu pada 15 Agustus 1945.

Pendudukan Amerika secara resmi berakhir pada tahun 1952, meski pasukan AS tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan penting di Jepang, khususnya di Okinawa. Jepang menggunakan konstitusi baru sejak tahun 1947, yang menetapkan negara tersebut sebagai negara demokratis pasifis. Setelah pendudukan tersebut, produk domestik bruto Jepang tumbuh menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia di bawah program pengembangan industri yang agresif, proteksionisme, dan penundaan pertahanan strategis kepada AS. Meskipun pasar saham sempat jatuh dengan tajam pada tahun 1990 dan negara tersebut hingga kini masih belum pulih sepenuhnya dari hal itu, Jepang tetap merupakan sebuah kekuatan ekonomi dunia dan akhir-akhir ini telah mulai bangkit sebagai kekuatan strategis dengan mengirimkan pasukan non-pertempuran ke Perang Teluk, upaya kemanusiaan PBB untuk membangun kembali Kamboja, dan invasi AS terhadap Irak pada tahun 2003.


Keluarga Kekaisaran

Jepang memiliki sebuah keluarga kekaisaran yang diketuai oleh seorang kaisar, yang juga merupakan kepala negara Jepang. Namun, ia hanya memainkan peranan dalam upacara-upacara istiadat dan tidak memiliki kekuasaan apapun yang berkaitan dengan pemerintahan negara. Kaisar Jepang merupakan lambang perpaduan negara dan rakyat Jepang.

kaisar pada masa ini adalah Akihito (明仁), kaisar yang ke-125. Ia naik takhta setelah ayahandanya Hirohito, mangkat pada 7 Januari 1989. Ia ditabalkan pada 12 November 1990. Anandanya, Putra Mahkota Naruhito, menikah dengan rakyat biasa, Masako Owada, dan dikaruniai seorang anak perempuan, Puteri Aiko.

Berbagai Objek Wisata Jepang

1. Tokyo Disney Resort
Bila Anda suka berkunjung ke taman hiburan , Tokyo Disney Resort bisa menjadi jawaban yang tepat. Taman hiburan ini berada di prefektur Chiba dan telah mendapat lisensi dari The walt Disney Company.


2.Ueno Park
Jepang terkenal dengan bunga sakuranya yang sangat indah. Bila Anda ingin menikmati kecantikan bunga ini, datanglah ke Ueno Park pada saat musim semi yang terjadi sekitar bulan Maret hingga Mei.
Ueno Park memang tempat yang paling terkenal dan telah menjadi lokasi wisata Jepang yang paling diminati untuk melakukan hanami, yaitu piknik sambil menikmati mekarnya bunga sakura.

3.Fuji-Q Highland
Wisata Jepang yang satu ini berupa taman hiburan yang menyuguhkan wahana permainan paling mendebarkan, salah satunya adalah roller coaster yang sangat tinggi dengan lintasan yang panjang.
Ueno Park memang tempat yang paling terkenal dan telah menjadi lokasi wisata Jepang yang paling diminati untuk melakukan hanami, yaitu piknik sambil menikmati mekarnya bunga sakura.

4.Universal Studios Japan
Bagi Anda yang suka dengan duni film, jangan lewatkan wisata Jepang yang satu ini. Universal Studios Japan yang berada di Osaka ini menyuguhkan berbagai hiburan, mulai dari atraksi dari perfilman Hollywood , bioskop (2D, 3D, bahkan 4D), atau Anda bisa sekedar berjalan-jalan di tempat yang mirip sekali dengan lokasi film suatu film.



4.Biei
Biei adalah kota kecil di Hokkaido dan sebenarnya bukanlah tempat wisata yang akan menyajikan berbagai hiburan seperti objek wisata Jepang lainnya. Namun kota kecil ini sangat terkenal dengan keindahan alamnya yang berupa bukit bunga

HANAMI - salah satu budaya masyarakat jepang


Kalau sudah memasuki bulan April, jadi ingat waktu bunga sakura bermekaran di jepang. semua jalan hampir ditutupi dengan bunga sakura yang cantik. Piknik pada musim semi di Jepang sepertinya merupakan hal yang tak boleh dilewatkan. Yang gila adalah banyak orang rela tidur semalaman di alam terbuka agar kavling untuk tempat berpiknik tidak diserobot orang pada keesokan harinya!
Musim semi adalah salah satu musim yang paling indah di Jepang, karena seluruh Jepang dihiasi mekarnya bunga Sakura. Tempat-tempat terindah di musim semi adalah taman-taman, daerah sepanjang tepi sungai, dan objek-objek wisata. Peristiwa indah yang hanya datang setahun sekali ini dimanfaatkan oleh masyarakat Jepang untuk pergi piknik di bawah pohon Sakura, dikenal sebagai Hanami.
Setelah musim dingin berangsur-angsur berakhir, suhu mulai sedikit demi sedikit menghangat. Sinar matahari terasa hangat di musim semi, walaupun angin dingin tetap memaksa orang mengenakan baju hangat. Maklumlah, kadang-kadang masih 10o C!
Dalam cuaca yang relatif hangat terhampar tikar-tikar berwarna biru di taman-taman. Di atasnya orang duduk bercakap-cakap sambil makan kotak bekal yang dibawa dan minum bir serta sake. Tidak sedikit kelompok yang membawa peralatan barbeque.
Kendati cuaca belum sepenuhnya hangat, acara ini tetap mengasyikkan, lebih-lebih bagi orang asing yang baru pertama kali datang ke Jepang. Bayangkan saja, pada acara ini disajikan sushi dan sashimi. Mungkin sulit bagi sebagian orang asing untuk bisa menyukai sushi dan sashimi, tetapi bagi orang Jepang kedua makanan ini merupakan hidangan mahal yang wajib disajikan untuk para tamu yang dihormati.
Dari abad ke-12
Hanami bagaikan virus demam yang menyebar ke seluruh Jepang. Tradisi tersebut sudah berlangsung berabad-abad lamanya, kurang lebih berasal dari abad XII (karena tidak ada catatan pastinya). Tradisi yang menggambarkan kecintaan pada bunga Sakura ini sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan cerita keberanian para serdadu Jepang di masa perang. Bagi mereka, gugur dalam perang adalah hal yang mulia dan dapat diperumpamakan dengan gugurnya bunga sakura. Kematian itu indah seperti gugurnya bunga sakura.
Bunga sakura memang hanya mekar di awal musim semi dan cuma beberapa minggu kemudian gugur. Karena itu masyarakat Jepang percaya bahwa keindahan sejati hanya terjadi sesaat, seperti halnya keberadaan manusia. Oleh karena itu, keindahan yang dihadapi saat ini harus dinikmati dan diapresiasi dengan baik. Tradisi untuk menghias makanan seindah mungkin juga mencerminkan kepercayaan ini. Keindahan makanan yang tersaji tak akan bertahan lama karena akan lenyap disantap.
Ada beberapa tempat yang sangat indah pada saat musim semi di Jepang. Di Kota Nara ada Gunung Yoshino yang tertutup bunga sakura pada awal musim semi. Dari udara, gunung tersebut terlihat seperti bunga raksasa.
Di Perfektur Hiroshima ada Miyajima, pulau yang disebut terindah di Jepang. Miyajima tidak hanya terkenal dengan bunga sakura di musim semi, namun juga terkenal dengan pohon mamoji yang indah sekali saat musim gugur.
Namun bila tak ada waktu ber-hanami di tempat-tempat terkenal, bisa saja ber-hanami di taman asalkan dihadiri teman dekat dan tersedia makanan yang sangat lezat.
Hal lain yang menjadikan hanami istimewa adalah dimulainya tahun ajaran baru di Jepang. Bulan April merupakan saat masuknya fresh graduate dari universitas ke tempat kerja. Hanami menjadi momen yang tepat untuk menyambut datangnya orang-orang baru di kantor, sekolah, klub, organisasi, dan segala jenis perkumpulan.
Bagi masyarakat Jepang yang sangat mementingkan silaturahmi kelompok, hanami adalah awal untuk membina hubungan dengan orang baru yang masuk ke kelompoknya. Oleh karena itu semua orang merasa perlu merayakan hanami bersama kelompoknya. Tak heran kalau banyak orang rela begadang semalaman demi mendapat kavling yang pemandangannya bagus.
Banyak yang mabuk
Semua orang benar-benar santai pada acara hanami. Tak jarang karena begitu banyak bir dan sake yang diminum, terjadi keributan. Bahkan hal-hal yang dapat menyebabkan kematian, seperti kecelakaan karena menyetir dalam keadaan mabuk. Di beberapa tempat terkadang tampak diletakkan bunga untuk menandai tempat tewasnya seseorang. Kejadian mabuk ini nyaris tidak bisa dihindarkan, terlebih karena anggota kelompok yang masih junior tidak enak hati menolak, apabila sang senior terus menyuruhnya minum bir.
Dalam masyarakat Jepang junior atau dikenal dengan sebutan kohai sangat menghormati senior alias sempai. Bila kohaimenolak untuk terus minum bir, suasana santai yang tercipta bisa rusak dan kohai merasa bertanggung jawab akan kerusakan suasana itu.
Keributan karena mabuk masih ditambah kegaduhan tape karaoke yang disetel sangat keras. Di tengah musik yang gaduh itu anak-anak muda berjingkrak-jingkrak menari. Sementara kelompok usia baya, biasanya cukup menyanyi lagu-lagu tradisional Jepang sambil menari. Kegaduhan itu memuncak di waktu malam sehingga sangat mengganggu lingkungan di sekitar taman tempat orang ber-hanami.
Setelah bunga sakura berguguran, suhu berangsur-angsur semakin panas. Setelah mencapai puncaknya di bulan Agustus, suhu perlahan-lahan kembali menjadi sejuk di musim gugur, untuk kemudian menjadi sangat dingin di musim dingin. Hanami akan kembali datang musim semi tahun depan. Oleh karena itu kehadirannya yang hanya sebentar harus dinikmati.

Sabtu, 11 Juni 2011

Angankuu


Hari ini aku teringat kembali padanya. Lelaki yang selalu membuatku berdebar-debar. Aku tidak ingin mengakuinya, tetapi aku teramat sangat merindukannya. Entah sampai kapan aku bisa berhenti mengingatnya. Aku tak bisa memikirkan jawaban-jawaban untuk pertanyaan seperti itu. Tepatnya aku TAK INGIN memikirkannya. Jangan berpikir aku sama sekali tidak berusaha untuk melupakannya. Karena aku sudah berusaha. Hanya saja aku tak bisa. Atau mungkin TAK MAU. Hahaha. Mungkin ini bodoh dan sangat konyol. Tapi aku selalu berangan-angan dan berimajinasi, suatu saat nanti aku bisa bersamanya. Walaupun aku akui, justru angan-angan itulah yang merasa sakit yang berlipat ganda. Bagaimana tidak ? angan-angan itu sudah ku desain sangat indah di benakku dan dengan bodohnya aku meyakini angan-angan itu. Aku seperti Tuhan saja yang bisa mengatur apa yang terjadi esok hari. Padahal aku tak pernah melihat kenyataan. Atau lebih tepatnya LARI dari kenyataan. Aku tersenyum dengan semua angan itu. Seakan-akan aku tak pernah sadar, itu hanyalah sebuah ANGAN. Bahkan, saat aku jatuh, saat aku sakit, aku semakin ingin membuat angan yang lebih banyak dan lebih indah lagi. Sampai suatu saat ia pergi dan berkata, “Lupakan aku!”. Saat itu aku sadar, bertahun-tahun aku bersandar pada angan-angan semuku, bertahun-tahun aku melakukan hal bodoh dan sangat konyol. Rasa cinta yang sangat gi;la dan tak logis, membuatku lupa siapa diriku. Membuatku tak mengingat siapa dirinya. Aku senang bisa melihatnya, aku berdebar setiap kali aku menatapnya. Tapi apa ia seperti itu juga? TIDAK. SAMA SEKALI TIDAK. Dia sama sekaliu tak menganggapku ada. Tidak ada sama sekali perasaan untukku. Bahkan mungkin, saat ini, ia tak lagi mengingatku. Aku bukan bagian dari masa lalunya, juga bukan orang yang pantas untuk menjadi masa depannya. Aku gadis biasa, yang hidup dengan angan gilanya, tak punya apapun, untuk dicintai, bahkan sekedar untuk diingat. Dan aku harus menerima. Ya, aku harus menerima.